Chapter 14
Disclaimer :
Demi neptunus naruto bukan punya saya, punya masashi sensei. sasuke punya saya *dibantai masashi sensei dan sakura*
Warning :
OOC, TYPO tingkat akut, AU, OOT, EYD berantakan, flame tidak diijinkan. Di larang mengcopy tanpa seijin author.
.
.
Peringatan...!
Fic ini hanyalah cerita fiksi belaka yang tidak ada sangkut pautnya dengan kehidupan seseorang, sedikit mengambil sudut pandang dan selebihnya di karang-karang oleh author, tidak menyinggung suku, ras, agama dan apapun, hanya merupakan fic untuk menghibur semata, author pun tidak akan mengambil keuntungan apapun selain kepuasan membaca dari reader.
.
Enjoy for read
.
But
.
Don't like Don't Read
.
.
[ Chapter 14 ]
.
.
.
[Sasuke pov.]
Melihat seseorang tengah duduk dan memeluk lututnya di samping pintu, itu adalah Sakura.
"Apa yang terjadi padanya?" Tanya Kabuto padaku.
"Aku juga tak tahu, aku hanya mengijinnya pulang lebih awal untuk bertemu kedua orang tuanya." Ucapku.
"Sepertinya dia tertidur, apa dia menunggumu?"
Aku pun tidak mengerti, dia bahkan tak terusik saat aku mencoba mengangkatnya masuk ke dalam, Kabuto membantuku membuka pintu, setelahnya dia harus pulang, Kabito merasa tak enak meninggalkan istrinya yang sibuk mengurus bayi kecil mereka.
Menempatkan Sakura di sofa, ada bekas air mata di wajahnya, dia menungguku hingga tertidur di samping pintu, dasar bodoh! Padahal kau bisa masuk begitu saja, kenapa malah duduk seperti orang bodoh di luar! Jika dia bangun aku akan memarahinya, selalu saja membuat masalah.
Mata hijau zambrut itu akhirnya terlihat, sejujurnya, dia memiliki mata yang indah.
"Sa-Sasuke!" Ucapnya, wajahnya terlihat panik dan bergegas duduk dengan baik.
"Apa yang terjadi?" Tanyaku, penasaran.
"Aku menunggumu."
"Kenapa tidak masuk! Dasar bodoh!" Ucapku, marah, kenapa dia tidak menggunakan otaknya untuk berpikir?
"Maaf." Ucapnya, lemah.
Hari ini lagi-lagi dia terlihat berbeda, sikap tak bersemangat ini seperti saat dia mengatakan bertemu mantan atau apalah itu yang tak di sukainya, padahal jika dia bertemu Sai, dia begitu senang dan bersemangat, gadis aneh.
"Aku pikir kau bertemu dengan kedua orang tuamu, apa yang terjadi?" Tanyaku.
"Bukan apa-apa. Apa kau mau makan malam?" Ucapnya, dia mengalihkan ucapanku.
"Aku tidak lapar jika kau tak mengatakan apapun." Ucapku.
Sakura hanya terdiam, aku tak suka setiap dia menyembunyikan banyak hal dariku, dia bahkan tak cerita apa-apa padaku, kenapa hanya cerita pada Kabuto? Apa aku orang asing baginya? Padahal aku yang mempekerjakannya, Kabuto hanya sebagai perantaraku.
"Hari ini makan malamnya cukup kacau, aku mengamuk di sana." Ucapnya dan terlihat malu.
"Aku yakin orang tuamu akan segera mencoretmu dari kartu keluarga. Kenapa kau harus mengamuk? Aku pikir kau gadis yang penuh sopan santun."
"Mereka merencanakan hal tanpa sepengetahuanku, dan lagi kenapa harus memilih pria itu dari sekian banyak pria yang ada?" Ucapnya, ada nada kesal disana.
"Aku tak mengerti, jangan berbelit, katakan dengan jelas."
"Mereka akan menjodohkanku dengan pria yang pernah kau siram wajahnya." Ucapnya.
"Oh pria psikopat itu? Dia bahkan tak mau melepaskan tanganmu." Saat itu, pria aneh itu benar-benar membuatku marah, Sakura sudah menegaskan banyak hal padanya, tapi dia tetap saja keras kepala, lain kali jika aku melihatnya memaksa Sakura lagi, aku akan menghajarnya.
"Haa...~ Aku tidak tahu harus berbuat apa lagi, aku meninggalkan makan malam itu dengan marah-marah pada kedua orang tuaku." Ucapnya, tatapannya pun terlihat sedih.
Aku yakin saat ini dia merasa bersalah terhadap kedua orang tuanya, bukannya dia tak menjadi anak yang berbakti, dia hanya tak menyukai pilihan kedua orang tuanya, aku juga penasaran, bagaimana bisa kedua orang tua Sakura mengenal pria psikopat itu?
"Sekarang hubungi mereka dan katakan dengan tegas bagaimana pendapatmu." Ucapku, sekedar memberi saran.
"Kau tak tahu ibuku seperti apa, dia sungguh galak, bahkan terhadapku." Ucapnya.
"Jadi kau setuju saja menikah dengannya?"
"Aku tidak setuju!" Tegasnya, bahkan dari tatapannya terlihat sangat marah.
"Kau tak bisa begini saja terus, aku tak mau kau mengganggu pekerjaanmu, aku tak suka saat kau melamun setiap bekerja."
"Ma-maaf."
Sejak dia pergi aku sudah memikirkan jika Sakura akan makan malam bersama kedua orang tuanya dan penuh dengan canda dan tawa, hal yang selama ini tak pernah aku rasakan sejak kedua orang tua meninggal, tapi masih ada orang yang tak aku ketahui, apa kedua orang tua Sakura sengaja mengundangnya makan malam? Mereka kembali bertemu, apa pria psikopat itu lagi-lagi memaksanya?
"Aku tak butuh maafmu! Sekarang mandi dan ganti baju! Aku tak mau ada bau pria psikopat itu dari pakaianmu, kalian pasti bertemu, kalian pasti bersentuhan!" Kesalku.
"Kau benar-benar aneh."
"Kau yang aneh!"
Dia itu pun beranjak ke kamar mandi. Gadis aneh dan unik. Awal kesan bertemu dengannya, hanya dia gadis yang tak heboh dan ribut saat melihatku, tatapannya begitu tenang, bukan-bukan, itu bukan tatapan tenang, tapi dia sedang kebingungan, bukan seorang bayi atau anak kecil yang akan di asuhnya, tapi aku, bukannya aku benar-benar butuh seorang baby sitter, aku hanya mencari orang yang bisa mengendalikan segalanya, bahkan itu aku, setelah menyeleksi beberapa orang, aku yakin jika gadis yang bernama Haruno Sakura itu sangat sesuai, meskipun setiap kali berbicara, aku tak bisa sabaran, dia pun selalu melawanku, aku tak mengerti, bagaimana dia bisa seberani itu padaku?
Setiap harinya menjadi hari penuh semangat untukku, aku akan melindunginya, hanya dia yang memahamiku, aku bisa merasakan itu. menemukan ponselnya di sofa, mungkin terjatuh, apa dia sudah mengganti wallpapernya? Penasaran untuk mengeceknya, namun layar ponselnya tetap gelap, apa dia menonaktifkannya? Mencoba menyalakan ponselnya itu.
Dreee...dreett...dreet...
Terkejut.
Sebuah panggilan dari ibunya, akhirnya berhenti, Sakura masih berada di kamar mandi.
Dreet...dreet...dreett...
Kembali ponsel itu berdering, mengangkatnya.
"KEMANA SAJA KAU ANAK DURHAKA! KENAPA TIDAK MENGANGKAT PONSELMU!"
Teriakan nyaring itu cukup membuat kupingku hampir tuli, suara ibu Sakura terdengar sangat marah, seperti kata Sakura tadi, ibunya benar-benar galak, tapi mungkin saja ibunya sangat khawatir, dia pergi begitu saja dengan keadaan marah-marah.
"Maaf, Sakura sedang berada di kamar mandi." Ucapku.
"APA! SIAPA INI! APA YANG KAU LAKUKAN PADA ANAKKU! DI HOTEL MANA KALIAN! JANGAN COBA MACAM-MACAM PADA ANAKKU! AKU AKAN MENCARIMU BAHKAN KE UJUNG LANGIT SEKALI PUN!" Teriaknya lagi, apa ucapanku terdengar ambigu?
Aku rasa sikap buruk seperti ini, pasti turunan dari ibunya.
"Tolong jangan salah paham, bibi, kami tak melakukan apapun, Sakura tiba-tiba saja datang ke sini, wajahnya terlihat sedih, bukannya aku ingin ikut campur masalah kalian, tapi bisakah bibi memberinya kebebasan?"
"Aku tak butuh ucapan nasehat darimu, sekarang, bawa kembali Sakura ke rumahnya! Dan jangan memanggilku 'bibi', aku tak tahu kau siapa?"
Aku memikirkan sebuah ide yang mungkin bisa membebaskan Sakura.
"Maaf jika sangat terlambat memperkenalkan diri, aku adalah pacar Sakura." Ucapku begitu saja, ide ini tiba-tiba terlintas.
"Pacar? Sakura tak pernah mengatakan padaku."
"Mungkin belum saatnya, aku pun akan mulai serius setelah mendengar ceritanya, aku juga tak setuju jika dia menikah, bibi tolong pertimbangkan hal ini dan aku ingin mengundang kalian makan malam untuk saling bertemu." Ucapku.
"Aku masih tak bisa percaya pria sepertimu! Aku yakin jika anakku hanya mencintai Sasori, dan hanya Sasori anak yang baik untuk anakku."
"Aku harap kalian bisa melihat kebenarannya."
"Sekarang antar kembali Sakura, dia anak gadis yang bahkan tak tahu diri lari ke rumah seorang pria."
"Aku akan mengantarnya dengan selamat, tenang saja bibi."
Pembicaraan ini berakhir, menghela napas, ibunya benar-benar galak! Dia sampai teriak-teriak padaku, selama ini tak ada yang pernah berbicara seperti itu padaku! Aku lupa satu hal, menatap layar ponselnya, begitu banyak pesan masuk dan panggilan tak terjawab, pantas saja ibunya sangat marah, lalu, sesuatu membuat merasa aneh, perasaan macam apa ini? Wallpaper itu tak di gantinya, uhk, jadi malu sendiri melihat pose dengan senyum aneh ini, seperti bukan wajahku, kau benar-benar aneh Sasuke!
Pintu kamar mandi terbuka, gadis itu sudah selesai mandi dan mengganti pakaiannya.
"Aku akan mengantarmu pulang." Ucapku.
"Aku tidak ingin pulang." Ucapnya dan tatapan itu masih terlihat sedih.
"Aku sudah berbicara dengan ibumu."
"He!" Dia sampai terkejut seperti itu. "A-a-apa yang kalian bicarakan?" Ucapnya panik.
"Ibumu sangat marah, sekarang kembalilah, kau harus berada di sana di saat perasaan mereka tak tenang, kau seperti remaja yang tiba-tiba kabur dari rumah."
"Itu adalah kesalahan mereka, mereka seharusnya bertanya terlebih dahulu padaku, bukannya memaksa keegoisan mereka, apa mereka tak tahu anaknya melawan rasa sakit hati ini selama bertahun-tahun, tiba-tiba di pertemukan kembali dengan pria sialan itu."
"Mereka sedang khawatir. Sekarang pulanglah, aku punya sebuah rencana, besok aku akan mengundang kedua orang tuamu makan malam denganku."
"Untuk apa? Apa lagi yang kau rencanakan?"
"Sedikit kebohongan agar kau bebas, setidaknya kau berterima kasih padaku, aku sudah membantumu."
"Bantuan apa? Bagaimana kau bisa mengubah pemikiran kedua orang tuaku? Mereka itu sangat peduli dan sangat menyayangi Sasori."
"Aku tak mau mendengar nama pria psikopat itu. Besok aku akan berpura-pura menjadi pacarmu, apa kau sudah puas? Aku tak mau kau terus memikirkan masalah ini dan mengganggu pekerjaanmu, aku akan memotong gajimu setiap kau terlibat masalah."
"Kau sungguh tak adil!"
"Jangan membawa masalah pribadi ke dalam pekerjaan, aku tak suka itu."
Hening.
Apa dia sudah menyerah adu argumen denganku? Aku tak akan pernah kalah darinya, lagi pula aku sungguh baik menawarkan bantuan ini.
"Terima kasih." Ucapnya, tapi begitu pelan, apa dia hanya malu mengatakan hal itu padaku?
"Ha? Aku tak dengar?"
"Dasar tuli, aku bilang terima kasih."
"Kenapa mengejekku tuli! Aku tak tuli! Kau saja yang berbicara tak jelas! Sekarang cepat pulang!" Ucapku, kesal, dia selalu saja membuatku marah.
Tapi, sesuatu yang tengah menghangat pada jari-jari tanganku, masih menariknya keluar dari apartemen, genggamanku tak di lepaskannya hingga ke lif.
"Sampai kapan kau akan terus menggenggam tanganku." Ucapnya.
Kenapa membahas itu! Bikin malu saja!
"Siapa yang menggenggam tanganmu, kau yang menggenggamku duluan!"
Menarik tanganku dengan paksa darinya, sial! Dia sangat pandai membuatku seperti orang bodoh.
"Kau bisa menyetir?" Tanyanya padaku saat masuk ke dalam mobil.
"Kenapa? Tak pernah melihat orang menyetir?"
"Hanya saja kau jarang membawa kendaraan, setiap harinya, kau akan di antar jemput, aku pikir kau anak kaya yang terus di manjakan."
"Jangan banyak bicara, aku tak perlu ucapan seperti itu darimu."
Mulai melajukan mobil, aku harus benar-benar mengantarnya kembali, Sakura memintaku menurunkannya tak jauh dari rumahnya, tapi aku merasa tak ingin dia mendapat masalah, setelah menghubungi ibunya, mungkin saja ibunya akan semakin marah, apalagi aku sudah mengatakan jika Sakura sedang mandi, ibunya pasti memikirkan yang tidak-tidak, kami tak melakukan apapun! Aku tak mungkin melakukan hal yang tak senonoh padanya.
Setibanya, kami turun bersama, kedua orang tua Sakura menunggu di depan pintu, aku bisa melihat wajah marah dari wanita yang cukup mirip Sakura itu, namun rambut indahnya ini dari ayahnya, aku tak percaya ayahnya akan terlihat seperti itu, pria tua itu terlihat lebih sabar tapi tidak dengan istrinya.
Wanita itu berjalan lebih cepat, aku sampai tak sadar jika dia mengayunkan telapak tangannya ke arahku.
Plaaak!
Terkejut.
"Ibu jangan coba-coba menyentuhnya." Ucap Sakura.
Menarik Sakura ke arahku dan seakan melindunginya.
"Bibi, aku tak bermaksud apa-apa, jadi aku minta maaf padamu." Ucapku.
Sakura menahan tamparan itu dengan wajahnya, seharusnya aku yang di tampar oleh ibunya.
"Kau berani sekali membawa anakku!" Ucapnya, dia masih kesal padaku.
"Ibu jangan salah paham! Sasuke adalah pria yang baik." Ucap Sakura, dia membelaku.
"Sudahlah, jangan bertengkar seperti ini." Kali ini pria berambut softpink itu yang mencairkan suasana. "Kau pulanglah, terima kasih telah mengantar Sakura." Ucapnya, meskipun dia terlihat marah juga, tapi ayah Sakura tak seperti ibunya yang akan blak-blakan.
"Aku permisi dulu." Ucapku.
Hari ini cukup melelahkan, aku pun harus meladeni kedua orang tuanya, tapi meskipun tatapan itu terlihat marah, mereka terlihat cemas dan sangat khawatir kepada anak mereka.
[Ending Sasuke pov.]
.
.
TBC
.
.
update...~
selamat datang kembali yang sudah berlibur jauh, hari ini seharusnya masuk kerja, tapi masih sepi, wkwkwkwk, jadi istirahat nambah sehari aja yaa XD, *jangan tiru* habisnya hari yang kepepet banget, senin pasti baru pada datang, hehehe.
mohon maaf lahir batin juga*ngucapin lagi yang mungkin baru saja buka fic ini* XD
author tahun ini cuma liburan di rumah, di karenakan liburan cuma dikit, jadi memilih istirahat dan bersantai di rumah, dan juga sekalian rajin-rajin ngetik fic heheheheh. mumpun libur kan. :D
okey, kali ini bahac chapter ini, author tengah ngambil bagian sisi Sasuke. udah gitu aja, hehehhe.
.
.
See you next chap!